Kebahagiaan seseorang akan semakin bertambah, berkembang, dan mengakar adalah manakala ia mampu mengabaikan semua hal sepele yang tak berguna. Karena, orang yang berambisi tinggi adalab yang lebih memilih akhirat.
Syahdan, seorang ulama salaf memberi wasiat kepada saudaranya demikian, “Bawalah ambisimu itu ke satu arah saja, yakni bertemu dengan Allah, bahagia di akhirat, dan damai di sisi-Nya.”
{Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabb-mu), tiada sesuatu pun dan keadaanmu yang tersembunyi bagi Allah.} (QS. Al-Haqqah: 18)
Tidak ada ambisi yang lebih mulia selain ambisi yang demikian itu. Apalah arti sebuah ambisi yang hanya tertuju pada kepada kehidupan ini saja. Karena, semua itu hanya akan bermuara pada ambisi untuk meraih kedudukan, jabatan, emas perak, anak-anak, harta benda, nama besar dan kemasyhuran, istana-istana dan rumah-rumah besar yang kesemuanya ini akan musnah dan sirna.
Allah s.w.t. menggambarkan salah satu sifat musuh-musuh-Nya, yakni kaum munafik sebagaimana berikut:
{Sedangkan yang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah.} (QS. Ali Tmran: 154)
Begitulah, mereka hanya berambisi memuaskan hawa nafsu, perut, dan syahwat mereka. Maka, mereka pun tak memiliki ambisi yang lebih tinggi dari itu.
Syahdan, tatkala Rasulullah membaiat para sahabat di bawah suatu pohon, ada seorang munafik yang justru meninggalkan baiat itu untuk mencari untanya yang berwarna merah. Dan orang itu berkata, “Aku akan lebih bahagia dengan menemukan untaku daripada aku ikut baiat yang kalian lakukan itu.” Maka Rasulullah pun berkata, “Kalian semua mendapat ampunan, kecuali pemilik unta merah ini.”
Bahkan, orang munafik seringkali tak hanya ingin menyesatkan dirinya sendiri, tetapi juga acapkali mengajak para sahabat yang lain. Terbukti, mereka misalnya pernah berkata, “Tak usahlah kalian berangkat perang pada saat panas-panas begini.” Maka, Allah pun menimpali demikian,
{Katakanlah: “Api neraka Jahannam itu jauh lebih panas.”} (QS. At-Taubah: 81)
Orang munafik yang lain pernah berkata,
{Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadihan saya terjerumus ke dalam fitnah.} (QS. At-Taubah: 49)
Itulah orang munafik. Dia hanya memikirkan keuntungan pribadinya saja.
{Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.} (QS. At-Taubah: 49)
Selain itu, orang munafik selalu mencemaskan harta dan keluarganya saja. Terbukti, mereka pernah berkata,
{Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan bagi kami.} (QS. Al-Fath: 11)
Demikianlah, semua ambisi dan keiinginan mereka itu sangat rendah sekali dan tak bernilai. Dan, ambisi seperti itu hanya akan dikejar oleh orang-orang bodoh yang tak berharga. Lain halnya dengan para sahabat yang agung, karena mereka selalu mengharapkan keutamaan dan keridhaan dari Allah.
Posting Komentar