BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia
merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan volume produksi
sebesar 20.55 juta ton pada tahun 2009 (FAOSTAT). Berdasarkan GAPKI, India
merupakan importir terbesar dari crude palm oil (CPO) Indonesia diikuti
oleh Uni Eropa, Cina dan Banglades. Pada tahun 2007, Indonesia dan Malaysia
menguasai produksi minyak sawit dunia sebesar 87% (USDA). Minyak sawit
merupakan minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan di dunia bahkan
diprediksi hingga beberapa dekade ke depan (FAPRI).
Minyak
kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu stearin (fraksi
padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan
melalui proses fraksinasi. Pada proses fraksinasi akan didapatkan
fraksi stearin sebanyak 25 persen dan fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75
persen. Stearin memiliki slip melting point sekitar 44.5-56.2oC
sedangkan olein pada kisaran 13-23oC. Hal ini
menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting pont lebih tinggi
akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Pantzaris, 1994).
Fraksi stearin merupakan produk sampingan yang
diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Teknologi pengolahan
hasil samping fraksi olein telah banyak dikembangkan, dibandingkan fraksi
sterain. Salah satu pemanfaatan produk samping fraksi strearin adalah margarin.
Teknologi pengolahan margarin dari fraksi sterain CPO bermacam-macam. berbagai
teknologi pengolahan tersebut berpengaruh terhadap margarin yang dihasilkan.
Oleh karena itu, pengetahuan mengenai teknologi pengolahan margarin dari fraksi
stearin CPO perlu diketahui sehingga diperoleh hasil margarin yang bermutu
tinggi.
1.2.Rumusan masalah
Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi padat dan cair. Nama lain dari
fraksi padat adalah fraksi stearin sedangkan fraksi adalah fraksi olein. Fraksi Olein mempunyai
nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi stearin, karena
pada fraksi olein terdapat asam-asam lemak esensial, selain itu minyak sawit olein
lebih mudah difraksinasi dan diubah menjadi produk pangan dan non pangan. Ilmu
tentang teknologi pengolahan fraksi stearin CPO perlu diketahui untuk
meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis fraksi stearin CPO. Salah satu
pemanfaatan fraksi stearin atau fraksi stearin CPO adalah sebagai bahan baku pembuatan
margarin. Terdapat beberapa teknologi pengolahan fraksi stearin hingga menjadi
margarin. teknologi pengolahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas
margarin yang dihasilkan dan efektivitas
pengolahan margarin, sehingga teknologi pengolahan margarin dari fraksi stearin
CPO perlu diketahui.
1.3.Tujuan
Tujuan
yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui teknologi pengolahan
margarin dari fraksi stearin CPO baik secara dehidrogenasi maupun
interesterifikasi.
2.
Mengetahui karakteristik
margarin yang dihasilkan dari proses pengolahan margarin dengan bahan baku
fraksi stearin CPO baik secara dehidrogenasi maupun interesterifikasi.
3.
Mengetahui pemanfaatan margarin
dalam kehidupan sehari-hari.
1.4.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari
penulisan makalah ini adalah :
1.
Memberikan informasi kepada
pembaca mengenai teknologi pengolahan margarin dari fraksi stearin CPO
baik secara dehidrogenasi maupun interesterifikasi.
2.
Memberikan informasi kepada
pembaca mengenai pemanfaatan fraksi stearin dari CPO sebagai margarin.
3.
Mampu meningkatkan nilai tambah
dan nilai ekonomis fraksi stearin dari CPO.
4.
Memberikan informasi kepada
pembaca mengenai karakteristik margarin yang dihasilkan dari teknologi
pengolahan margarin dengan bahan baku fraksi stearin CPO.
5.
Memberikan informasi kepada
pembaca mengenai pemanfaatan margarin dalam kehidupan sehari-hari.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. CPO ( Crude
Palm Oil )
CPO
(Crude Palm Oil) adalah produk utama
dalam pengolahan minyak sawit disamping minyak inti sawit yang didapatkan
dengan pengepresan buah kelapa sawit. CPO berupa minyak yang agak kental
berwarna kuning jingga kemerah-merahan, mengandung asam lemak bebas (free fattr acid/FFA) 5% dan mengandung
banyak karotene atau pro vitamin E 800-900 ppm dengan titik leleh berkisar
antara 33-34oC (Sugito,2001).
CPO berasal dari pengolahan bagian
serabut (mesoskarp) dari kelapa sawit. CPO dengan teknologi pengolahan lanjut yaitu dengan fraksinasi dapat
menghasilkan fraksi stearin (pada suhu kamar berbentuk padat) dan fraksi olein
(pada suhu kamar berbentuk cair). Pengolahan olein menghasilkan minyak goreng,
produk-produk lain seperti margarine, shortening, asam lemak, gliserol atau
gliserin. Sedangkan pengolahan stearin oleh industri hilir menghasilkan produk
margarin, sabun, lilin, cocoa butter substitution (pengganti lemak kakao),
shortening nabati, dan lain-lain. Red
palm oil merupakan produk lain dari pengolahan CPO, dimana kandungan
karoten pada red palm oil diusahakan tetap tinggi selama pengolahan. Biasanya
sigunakan untuk makanan, misalnya salad dressing. Pada CPO, komposisi terbesar
asam lemak penyusunnya adalah asam lemak palmitat sehingga sering disebut
sebagai minyak palmitat. Warna jingga kemerahan pada CPO antara lain
diakibatkan dari zat warna alami yang terkandung pada buah kelapa sawit yang
juga merupakan nutrisi penting, yaitu beta karoten. Selain itu, warna gelap
juga dapat diakibatkan dari proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi
CPO, dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya. CPO merupakan minyak mentah
yang di dalamnya masih mengandung getah, dan bahan-bahan pencemar berupa
kotoran maupun flavor yang tidak diinginkan (Departemen Pertanian,2006).
Untuk itu, sebelum diolah menjadi
berbagai produk olahan minyak dan lemak, perlu dilakukan proses
pemurnian CPO dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pemanenan
Kriteria pemanenan buah sawit, yaitu
tanaman telah berumur ± 31 bulan. Penyebaran panen telah mencapai 1:5 artinya
setiap 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. 60% atau lebih buahnya
telah matang panen, dan berat tandan mencapai 3 kg/lebih. Ciri-ciri dari tandan
matang panen, yaitu adanya buah yang lepas/jatuh dari tandan sekurang-kurangnya
5 buah untu tandan yang beratnya kurang dari 10kg, atau sekurang-kurangnya 10
buah untuk tandan yang beratnya 10kg atau lebih.
2. Sterilisasi
Yaitu memberikan steam/uap air pada tandan dalam suatu alat steriliser berupa autoclave besar. Tujuan dari
sterilisasi, yaitu merusak enzim lipolitik untuk mencegah hidrolisis
(pembentukan asam lemak bebas), memudahkan pelepasan buah dari tandan,
melunakkan buah, dan mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan
pengambilan minyak.
3. Stripping/threshing/pemipilan/perontokan
Alat yang digunakan bernama stripper
(pemipil) yang berfungsi melepaskan buah dari tandan dengan cara membnting
tandan. Ini juga disebut tahap proses
bantingan dengan rangkaian peralatan yang disebut stasiun bantingan. Tujuan
dari stripping yaitu pelepasan buah kelapa sawit dari tandan dan hasil pipilam
disebut dengan brondolan, minyak hasi ekstraksi tidak terserap lagi oleh tandan
sehingga tidak menurunkan efisiensi pengolahan, serta tandan tidak mempengaruhi
volume bahan dalam tahap pengolahan lebih lanjut.
4. Digesti
Digunakan ketel atau tangki silinder
tertutup dalam steam jacket. Didalam
tangki terdapat pisau-pisau atau batang-batang yang terhubung pada poros utama
berfungsi untuk menghancurkan buah yang telah dipisahkan dari tandan. Tujuan
dari digesti, yaitu membebaskan minyak dari perikarp, menghasilkan temperatur
yang cocok bagi massa tersebut dikempa/ekstraksi (190oC),
pengurangan volume untuk meningkatkan efisiensi pengolahan, serta penirisan
minyak yang telah dilepaskan selama proses digesti. Dalam digester buah akan
hancur akibat gesekan, tekanan, dan pemotongan. Brondolan tercacah berupa
bubur. Minyak telah mulai dilepaskan dari buah melalui lubang dibawah digester.
5. Ekstraksi minyak kelapa sawit
Alat ekstraksi biasanya berada dibawah
digester.alat ekstraksi/pengempaan di perusahaan pengolahan minyak kelapa sawit
disebut dengan screw press. Screw press menekan bahan lumatan/bubur
buah daam tabung berlubang dengan alat ulir/screw yang berputar sehingga minyak
keluar dari bubur buah. Minyak tersebut keluar lewat lubang alat screw press.
Besarnya tekanan diatur tergantung volume bahan. Tekanan yang terlalu kuat akan
membuah biji/nut akan pecah. Proses ekstraksi/pengempaan dengan screw press,
yaitu bekerja dengan tekanan tinggi dan tekanan diperoleh dari perputaran
ulir/screw. Bentuk screw/helix yang berputar dalam wadah. Tekanan terhadap
press cake makin besar karena jarak antar uliran dengan dinding makin sempit.
Tekanan terlalu besar mengakibatkan banyak nut pecah. Cocok untuk kelapa sawit
dengan persentase nut kecil dan persentase serabut besar (proporsi nut terhadap
buah sekitar 20%)
6. Penjernihan (clarifier)
Minyak kasar hasil digesti dan
ekstraksi di saring agar serabut kasarnya dapat dipisahkan. Minyak hasil
penyaringan ditampung dalam tangki dan dilakukan pemanasan 95-100oC
yang berfungsi untuk memperbesar perbedaan berat jenis minyak, air, sludge yang dapat membantu proses
pengendapan. Kemudin dilakukan pengendapan dalam tangki yang berfungsi agar
minyak kasar/crude oil terpisah
menjadi minyak dan sludge/lumpur.
Minyak dalam sludge dipisahkan dengan senrifugasi. Minyak sawit kasar/crude palm oil dilakukan pemurnian
dengan cara fisik ataupun kimia.
(Ketaren,2008).
2.2. Fraksi Stearin
Minyak
kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu stearin (fraksi
padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan
melalui proses fraksinasi. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu melalui penyaringan kering (dry fractionation), penyaringan basah
(detergent fractionation). Industri pengolahan kelapa sawit cenderung
memakai teknik penyaringan kering dengan menggunakan membrane filter press karena
lebih ekonomis dan ramah lingkungan (Basiron, 2005). Pada proses fraksinasi
akan didapatkan fraksi stearin sebanyak 25 persen dan fraksi olein (minyak
makan) sebanyak 75 persen. Stearin memiliki slip melting point sekitar
44.5-56.2oC sedangkan olein pada kisaran 13-23oC. Hal ini
menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting pont lebih tinggi
akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Pantzaris, 1994). berikut
merupakan kandungan asam lemak dalam fraksi stearin :
Fraksi stearin merupakan produk
sampingan yang diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein.
Sebagai produk sampingan, stearin cukup berperan dalam perdagangan
internasional. Ekspor stearin Negara Malaysia pada tahun 1993 mencapai 788.000
ton, lebih tinggi daripada ekspor minyak kacang tanah (320.000 ton) dan minyak
kacang tanah (200.000 ton). Selain itu, stearin secara alami berada pada posisi
yang menguntungkan sehubungan dengan pola permintaan konsumen besar untuk lemak
padat. Stearin dapat digunakan sebagai lemak padat hard fat (Gunstone, 2005)
maupun sebagai margarin hard stock rendah trans (Sahri dan Idris, 2010).
Stearin juga dapat digunakan untuk menggantikan permintaan terhadap lemak hewan
serta fungsinya sebagai lemak reroti (shortening) maupun minyak goreng (frying
fats) (Basiron, 2005). Minyak babi (lard) juga dapat digantikan dengan stearin
ataupun minyak sawit RBD pada beberapa aplikasinya karena harga stearin yang
relatif lebih murah daripada fraksi likuid (olein) maupun minyak hewan. Kifli
dan Krishnan (1987) melaporkan bahwa stearin juga digunakan sebagai pengganti
lemak hewan (tallow) dalam produk sabun karena harganya yang cukup terjangkau.
Pada industri permen maupun manisan (convectionary) diperlukan stearin khusus
yang didapatkan dari proses fraksinasi ganda (Basiron, 2005).
Stearin yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung dari proses
fraksinasi yang dilakukan. Stearin memiliki beberapa bentuk atau klasifikasi
dalam perdagangan tergantung pada penggunaannya. Masing-masing jenis tersebut
memiliki standar yang berbeda seperti standar Crude Palm Stearin, Pretreated
Palm Stearin, dan Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Stearin. Crude Palm
Stearin merupakan stearin yang dihasilkan dari proses fraksinasi CPO dengan
karakter fisik berwarna kuning hingga jingga kemerahan (SNI 01-0019-1987).
Sedangkan pretreated palm stearin merupakan stearin yang telah mengalami proses
penggumpalan (degumming) dan pemutihan pendahuluan (pre-bleaching) untuk
berikutnya mengalami proses pemurnian secara fisik (physical refining) (SNI
01-0020-1987). Berdasarkan SNI 01-0021-1998, RBD Stearin merupakan produk yang
diperoleh dari hasil fraksinasi RBD PO dan telah mengalami proses pemurnian.
Syarat mutu RBD yaitu kadar asam lemak bebas maksimal 0.15%, bilangan iod
maksimal 40 g iod/100 g, cemaran arsen maksimal 0.1 ppm serta kadar air dan
kotoran maksimal 0.1%. Standar RBD stearin harus dipenuhi jika stearin akan
dipergunakan untuk membuat suatu produk pangan.
2.3. Margarin
2.3.1
Pengertian
Produk margarin pertama kali diperkenalkan
dalam sayembara tahun 1887 di Perancis yang diadakan oleh Kaisar Napoleon III.
Margarin tersebut dibuat oleh Mege Mouris sebagai salah satu peserta lomba.
Merge Mouries mencoba membuat produk menyerupai mentega dalam hal penampakan,
bau, konsisitensi, rasa, dan nilai gizi namun berasal dari bahan lain yang
lebih murah dan mudah didapatkan (Hasenhuettl & Hartel, 1997).
Margarin merupakan
emulsi dengan tipe emulsi Water in Oil (W/O) yaitu
fase air berada dalam fase minyak atau
lemak dan lebih mudah dicerna dalam tubuh daripada lemak yang tidak
teremulsi seperti minyak goreng (Ketaren,1986). Margarin berbeda dengan shortening, karena
shortening tidak
mengandung air, serta tidak
memiliki rasa
asin.
Margarin merupakan suatu produk berbentuk
emulsi baik padat maupun cair yang mengandung minyak tidak kurang dari 80% dan
15000 IU vitamin A per ponnya (FDA dalam Hasenhuett dan Hartel, 1997). Margarin
dapat juga diartikan sebagai emulsi yang terdiri dari fase internal berupa
cairan yang diselubungi oleh fase eksternal berupa lemak yang bersifat plastis.
Komponen yang terkandung dalam margarin adalah lemak, garam, vitamin A,
pengawet, pewarna dan emulsifier untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk
(Hasenhuettl & Hartel, 1997).
2.2.2
Persyaratan Mutu Margarin
Syarat
mutu margarin yang diijinkan beredar di Indonesia adalah harus sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia untuk produk margarin (SNI 01-3541-1994). Margarin
yang dibuat harus mempunyai bau, rasa, dan warna yang normal. Syarat mutu
produk margarin lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar
Nasional Indonesia untuk Produk Margarin (SNI 01 -3541 - 1994)
No
|
Kriteria
Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
Margarin Dapur
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
|
Keadaan
1.1.Bau
1.2 Rasa
Warna
Air
Lemak
Asam lemak
bebas, dihitung sebagai asam oleat (dari % lemak)
Garam dapur
(NaCl)
Vitamin A
Vitamin D
Bahan tambahan
makanan
8.1. Anti oksida
8.2. Pewarna
tambahan
8.3. Stabilizer
Cemaran logam:
9.1. Tembaga
(Cu)
9.2. Timbal
(Pb)
9.3. Seng (Zn)
9.4. Timah (Sn)
9.5. Raksa (Hg)
Cemaran Arsen
(As)
Cemaran
mikroba:
11.1. Angka
lempeng total
11.2. Bakteri
bentuk koli
11.3. E. Coli
11.4. St. Aureus
11.5.
Salmonella
11.6.
Enterococci
|
-
-
-
%
b/b
%
b/b
%
b/b
%
b/b
IU/100
g
IU/100
g
SNI
01-0222-1087
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/25
g
Koloni/g
|
Normal
Normal
Normal
Maks 18,0
Min. 80,0
Maks. 0,3
Maks. 4,0
-
-
Maks. 0,1
Maks. 0,1
Maks. 40,0*
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Mkas. 0,1
Maks. 105
Maks. 10
< 3
Maks. 102
Negatif
Maks. 102
|
Keterangan:
*untuk yang dikemas dalam kaleng
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 teknologi pengolahan
margarin dari fraksi stearin CPO
3.1.1. Macam – Macam teknologi proses pengolahan margarin
dari fraksi stearin CPO
Crude
palm oil (CPO) adalah minyak dan lemak kasar hasil pengepresan tandan segar
buah sawit, dimurnikan dengan proses refinery, dan digunakan sebagai bahan baku
dalam proses produksi margarin. Di Indonesia industri pengolahan seperti ini
masih mengalami peningkatan seiring dengan makin ditingkatkannya area
perkebunan sawit di seluruh nusantara. Indonesia adalah salah satu negara
penghasil CPO terbesar di dunia kemudian diikuti oleh negara Malaysia. Industri
ini harus terus di kembangkan baik dari segi teknologi pengolahan dibidang
perkebunan, teknologi pengolahan pangan, dan teknologi untuk dipersifikasi
produk pangan olahan. Secara umum terdapat 4 tahapan proses pengolahan minyak
dan lemak berasal dari CPO untuk digunakan sebagai bahan baku proses produksi
margarin, shortening, pastry dan
minyak goreng yaitu :
1. Proses pemurnian (refined) CPO.
2. Proses fraksinasi.
3. Proses hidrogenasi.
4. Proses interesterifikasi kimia dan enzim.
Produk pangan olahan yang ada di Indonesia
saat ini pada umumnya adalah menggunakan minyak dan lemak dari sawit, mulai
dari produk makanan formula untuk anak-anak hingga produk makanan untuk orang
dewasa. Bahan baku minyak dan lemak yang digunakan adalah berasal dari campuran
(blending) antara RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), RBDPS (palm
stearine) dan RBDPE (palm olein), minyak proses hidrogenasi, minyak proses
interesterifikasi kimia dan interesterifikasi enzimatik.
Proses
Pemurnian CPO dan Fraksinasi
Dalam proses pemurnian CPO dilakukan secara
proses fisik (physical refinery) dengan menggunakan metode proses pemurnian
berlanjut (continuous refinery).
Proses ini berlangsung dengan melalui aktivitas pemanasan
pada suhu tinggi dan dalam sistem vakum sehingga disebut physical refinery.
Bahan penolong yang digunakan adalah H3PO4 80-85% untukdegumming, Bleaching Earth/Bentonit (BE)
serta CaCO3 untuk mejernihkan/pemucatan warna (bleached). Berikut
adalah tahapan proses pemurnian CPO untuk memproduksi RBDPO :
·
Degumming
Degumming adalah proses pemisahan getah atau
lendir (gum) yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan
resin serta partikel halus tersuspensi dalam CPO. Proses ini dilakukan dengan
menambahkan H3PO4 sebanyak 0.05-0.07%. Jumlah H3PO4 yang digunakan harus
optimum dan berlebih, kelebihannya dinetralkan dengan penambahan CaCO3. Dengan
penambahan H3PO4 ini maka fosfatida nonhydratable menjadi hydratable. Fosfatida
hydratable adalah partikel-partikel koloid zat terlarut dan akan mengalami
koagulasi karena berat jenisnya lebih besar dari minyak dan lemak sehingga
mudah dipisahkan.
•
Bleaching
Bleaching
adalah proses pemucatan minyak dengan cara penambahan activated bleaching
earth, tahap proses ini untuk menghilangkan zat-zat warna yang terkandung
didalam CPO. Bahan penolong BE adalah absorben yang mengandung silica dan
strukturnya terdapat muatan ion AL3+ yang mampu menyerap zat warna dari CPO.
Selain menyerap warna juga untuk suspensi dari gum dan resin serta hasil
degradasi minyak dan lemak seperti peroksida.
Pemucatan
minyak sawit pada umumnya berlangsung secara kombinasi yaitu pemucatan secara
panas (heat bleach) dan pemucatan dengan bleaching earth. Jumlah bahan penolong
BE yang ditambahkan pada proses pemucatan CPO pada umumnya adalah 0.5-2.5%,
akan tetapi tergantung dari kualitas bahan baku CPO dan produk akhir yang
diinginkan. CPO merupakan baku minyak nabati yang sulit proses pemucatannya
karena mengandung kadar karoten yang cukup tinggi yaitu berkisar 500-600 ppm.
Warna merah kuning yang terdapat dalam CPO adalah karoten yang merupakan provitamin
A, akan tetapi pada saat dilakukan proses pemucatan zat ini akan hilang
terbuang pada saat bleached dan heat bleached.
Kandungan air dalam bleaching earth maksimum
10%, karena apabila kandungan air tinggi akan mengurangi affinitasnya terhadap
karoten. Karoten mempunyai sifat polaritasnya yang sangat berbeda dengan air.
Dalam proses ini bahan baku penolong dipisahkan kembali yaitu BE, CaCO3 serta
asam phospat dengan cara melalui filtrasi dengan mesin Niagara filter, dan
filtratnya disebut blotong/spent earth (Anderson dan Hodgson 1996).
• Packed Column dan deodorisasi
Packed column adalah proses untuk
menghilangkan asam lemak bebas (FFA), monogliserida, digliserida, peroksida,
aldehida, keton, zat yang mudah menguap, air dan mengurangi kandungan sterol. Proses
ini berlangsung secara continue dan fungsi utama untuk menurunkan kadar FFA
dari 2-4% menjadi maksimum 0.1% dan menurunkan warna sampai sesuai dengan
spesifikasi yang telah dikehendaki. CPO yang telah megalami bleaching dialirkan
melalui final heater pada suhu 250-2600C dengan steam injection dan tekanan
0.3-0.8 bar, kemudian FFA diuapkan melalui pemanasan ini.
• Deodorisasi
Deodorisasi adalah berfungsi untuk
menghilangkan peroksida, keton, zat yang mudah menguap dan bau/odor. CPO yang
telah melalui packed column dialirkan kedalam deodoriser dengan suhu 2550C.
Pada tangki deodoriser terdapat 4 (empat) tingkat tray, yang masing-masing
berfungsi untuk membuat permukaan yang luas dan tipis dengan cara memperlambat
alirannya. Gambar berikut adalah proses pemurnian CPO dengan continuous
refinery.
Gambar Proses Pemurnian CPO dengan continous refinery
·
Fraksinasi
Proses
fraksinasi minyak dan lemak adalah suatu proses pemisahan fraksi padat dari
fraksi cair berdasarkan perbedaan titik lelehnya. Proses ini dilakukan untuk
memisahkan fraksi cair RBDPE dengan fraksi padat RBDPS. RBDPS pada umumnya
digunakan untuk bahan baku margarin, shortening
dan pastry sedangkan RBDPE digunakan terutama sebagai minyak goreng dan juga
sebagai bahan baku campuran untuk produksi margarin, shortening dan pastry. RBDPO diproses melalui fraksinasi kemudian
di pisahkan melalui filter press menjadi RBDPE dan RBDPS (Krisnamurthy 1996).
Gambar 2 berikut adalah proses fraksinasi dengan sistim batch.
Gambar
Proses fraksinasi dengan sistem batch
·
Proses Hidrogenasi
Proses
hidrogenasi minyak dan lemak adalah salah satu proses yang dilakukan oleh
industri minyak dan lemak dengan tujuan untuk memperoleh profil kurva dari SFC
yang spesifik dan menaikkan titik leleh MPt melalui penambahan gas hidrogen
terhadap ikatan rangkap mono dan polyunsaturated yang terkandung didalam asam
lemak dengan katalis Ni. Pada umumnya di Indonesia bahan baku yang digunakan
untuk proses hidrogenasi adalah RBDPO, RBDPS , RBDPE, RBD CNO dan SBO.
Fungsi
utama proses hidrogenasi adalah untuk memperolah minyak dan lemak yang
mempunyai karakteristik yang spesifik dari segi rasa dan tekstur dengan
modifikasi profil SFC dan MPt. SFC menjadi lebih tajam kurvanya dan MPt menjadi
lebih tinggi.
Proses hidrogenasi dalam industri minyak dan
lemak pada umumnya terdiri dari dua macam yaitu proses partially hydrogenated
atau hidrogenasi sebagian dan fully
hydrogenated atau hidrogenasi keseluruhan ikatan rangkap sampai jenuh
(saturated). Proses hidrogenasi sebagian pada minyak dan lemak akan
menghasilkan trans fatty acid
(Hastert 1996). Gambar berikut adalah
proses hidrogenasi :
Gambar Proses hidrogenasi
·
Interesterifikasi
Proses
interesterifikasi ada dua macam yaitu interesterifikasi kimia dan
interesterifikasi enzimatik. Interesterifikasi secara kimia adalah salah satu
metode untuk menghasilkan bahan baku minyak dan lemak untuk dipergunakan dalam
proses produksi margarin, pastry dan shortening.
Proses ini menggunakan sodium metoksida atau sodium etoksida sebagai katalis
dengan konsentrasi 0.2 - 0.3%. Selama reaksi berlangsung warna minyak dan lemak
akan berubah menjadi kecoklatan dan lamanya reaksi kurang lebih 30 menit.
Sebagai substrat dalam proses interesterrifikasi adalah campuran minyak dan
lemak dengan perbandingan tertentu. Proses interesterifikasi kimia tidak
menghasilkan asam lemak trans dan
sampai sekarang masih tetap dipergunakan untuk proses industri oleo kimia dan proses cocoa butter substitute dan equivalent.
Proses reaksi selama interesterifikasi kimia berlangsung secara random atau
acak dalam penyususnan posisi asam lemak dalam trigrliserida, sehingga hasil
interesterifikasi ini harus dilakukan pengendalian yang ketat yaitu dengan
melakukan pengontrolan secara fisik dan waktu reaksi relatif singkat. Secara
umum proses interesterifikasi kimia berlangsung dengan tiga macam reaksi
sekaligus yaitu: 1) Alkoholisis (form
monoacylglyceraol), 2) Acidolisis (acid
interchange), 3) Transesterifikasi (rearrangement
of fats) (Anderson 1996).
Proses interesterifikasi kimia tidak begitu
ramah lingkungan apabila dibandingkan dengan interesterifikasi enzim, karena
mempunyai limbah kimia yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani
dengan baik (Novozymes 2004b dan Novozymes 2007b).
Proses interesterifikasi secara kimia adalah
proses yang mempunyai resiko tinggi dari segi keamanan karena katalis sodium
metoksida ini adalah sangat reaktif, sehingga dari segi penangan selama proses
interesterifikasi memerlukan investasi dan fasilitas keamanan yang sangat
mahal. Natrium metoksida mudah terbakar. berikut merupakan skema kerja proses interesterifikasi.
Gambar
Proses inter esterifikasi kimia
Selain
proses Interesterifikasi kimia yang sudah lama berkembang maka kemudian
dikembangkan teknologi dengan memakai enzim yang disebut proses
interesterifikasi enzimatik. Proses interesterifikasi enzimatik bertujuan untuk
menghasilkan minyak dan lemak bebas asam lemak trans untuk dipergunakan sebagai
bahan baku produksi margarin, pastry, shortening dan minyak goreng. Dalam makalah ini dijelaskan mengenaio
penggunaan enzim lipase dalam proses
interesterifikasi enzimatik yang
diperoleh dari Novozymes Denmark yaitu Lipozyme ® TL IM.
Enzim Lipozyme® TL IM ini tersedia dalam
bentuk granula dan teknik imobilisasi enzim dengan menggunakan granula silica
berpori, tidak dapat larut dalam minyak dan lemak akan tetapi dapat mengalami
kerusakan didalam air. Karakteristik Lipozyme ® TL IM antara lain adalah
aktivitas enzim, densitas, dan ukuran partikel granula. Aktivitas enzim
Lipozyme ® TL IM dalam berat kering adaah 350 IUN/g dan dalam Volume basis
(packed bed) adalah 140 M-IUN/M3. Densitas berat kering yang dimiliki adalah
sebesar 450 kg/m3. Densitas berat basah adalah sebesar 420 kg/m3, dan densitas
absolut adalah sebesar 1830 kg/m3. Ukuran partikel berkisar antara: 300-1000um.
Suhu yang digunakan untuk reaksi interesterifikasi enzim Lipozyme TL® IM adalah
berkisar 55-75oC, dan suhu yang optimum adalah 70oC.
Interesterifikasi
enzimatik ini mempunya reaksi yang sangat spesifik dan
teratur yaitu hanya melakukan reaksi spesifik pada posisi n1-3 glyserida dan
proses interesterifikasi enzim stabil dalam suhu 55 C-75 C. Sistim proses interesterifikasi
enzimatik dapat dilakukan dengan sistim fedbatch dan sistim continue. Enzim
dapat digunakan secara berulang-ulang hingga 10-20 kali. Kondisi penyimpanan
Lipozyme TL®IM disarankan pada suhu 0-10oC dalam kemasan yang
tertutup rapat kedap udara, kering, kelembaban ruangan yang terkontrol sesuai
spesifikasi dan menghindari sinar matahari secara langsung (Novozymes Product
Data Sheet 2006).
Perbandingan
biaya dalam Gambar diatas untuk proses interesterifikasi kimia
dan enzim adalah jauh lebih murah biayanya jika dibandingkan dengan proses
hidrogenasi. Perbandingan biaya interesterifikasi enzimatik adalah jauh lebih
murah dibanding interesterifikasi kimia (Anonim 2007a). Interesterifikasi secara
kimia tidak specifik melainkan secara acak atau random dan mempunyai hasil
reaksi sampingan, sedangkan interesterifikasi enzimatik berlangsung secara
spesifik dan bisa dilakukan proses kontinue (continuously process), tidak
menghasilkan reaksi sampingan ( Anonim 2007h).
Dalam
industri pengolahan pangan bahwa enzim sudah dipergunakan sebagai bahan
penolong prosessing aid untuk produksi
makan maupun obat-obatan, salah satunya adalah enzim lipase yang digunakan
untuk proses interesterifikasi enzimatik ini seperti terlihat dalam Gambar. Enzim lipase sudah lama dikenal dan sudah
dipergunakan dalam proses interesterifikasi enzimatik untuk proses pebuatan
Cocoa Butter Equivalent (CBE) yaitu untuk dipergunakan sebagai bahan baku
industri konfektioneri (Krishnamurthy dan Kellens 1996).
Gambar
proses inter esterifikasi enzimatik
Ø Proses
Produksi Margarin
Proses
produksi margarin adalah salah satu tahap proses akhir dalam industri minyak
dan lemak. Di Indonesia umumnya menggunakan campuran bahan baku minyak sawit
dan minyak kelapa produksi dalam negeri. Bahan baku impor juga dipergunakan
dalam produksi margarin tetapi dalam jumlah yang skala kecil karena harganya
relatif lebih mahal dibandingkan dengan minyak sawit antara lain Soy Bean Oil
(SBO), Corn Oil (MO), Sun Flower Oil (SFO), Rape Seed Oil (RSO), Canola Oil
(CO). Semua bahan baku tersebut digunakan dengan melalui hidrogenasi dan atau
tanpa hidrogenasi (Hanstert 1996). Proses pengolahan margarin adalah sebagai
berikut: bahan baku minyak dan lemak tersebut dicampurkan (blending) dalam satu
tanki, kemudian diaduk hingga homogen kemudian ditambahkan ingredien atau BTP
yaitu garam, air, pengemulsi, flavor, vitamin, pewarna karotene dan
antioksidan. Setelah selesai di campur kemudian dilewatkan melalui alat
pendingin chilling unit Perfector atau Kombinator dengan ammonia cair
bertekanan tinggi.
Bahan
pendingin yang dipergunakan adalah ammonia cair bertekanan tinggi kemudian
dipompakan melalui kompressor ketabung chilling unit untuk mendinginkan dinding
tabung, dan kemudian campuran bahan baku margarin akan menerima suhu dingin
sampai dibawah 00C pada saat melalui tabung tersebut. Pada saat
itulah terjadi perpindahan suhu dari ammonia ke campuran minyak sehingga
campuran bahan baku margarin akan membentuk kristal. Kristal margarin yang
terbentuk yaitu kristal bentuk alpha kemudian berubah menjadi bentuk kristal
beta dan terakhir menjadi kristal beta prime. Proses kristalisasi terjadi
melalui keempat tabung pendingan. Kristal yang diinginkan adalah dalam bentuk
beta prime, karena kristalnya lembut dan halus atau kristal yang diinginkan
dalam setiap proses produksi maragarin. Kristal yang lembut dan halus akan
memberikan sensasi rasa enak dan lembut dalam mulut apabila margarin tersebut
dimakan langsung, dan apabila margarin tersebut digunakan sebagai bahan baku
untuk pembutan roti atau kue maka roti atau kue tersebut akan memberikan
tekstur yang lembut dan rasa lembut dimulut saat dimakan. Salah satu parameter
untuk menghasikan tekstur margarin yang lembut (smooth dan tough) adalah dengan
melakukan proses pendinginan yang sempurna untuk menghasilkan kristal dalam
bentuk beta prime, karena bentuk kristalnya adalah homogen, ukurannya merata
dan kecil sehingga membuat tekstur margarin menjadi lembut (Alexandersen 1996).
Setelah
selesai proses pembentukan kristal maka dengan tekanan tinggi melalui pompa (HP
pump), produk akan keluar dari tabung pendingin dalam bentuk pasta. Perfector
mempunyai 4 tabung pendingan dan system pendingin secara seri dan masing-masing
mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk membentuk kristal minyak dan lemak pada
proses margarin, pastry, shortening dan minyak goreng padat. Tekstur produk
juga dapat dikontrol dengan melalui alat teksturator dan kneading (Alexandersen
1996; Orthoefer dan Sinram 1996). Gambarberikut adalah proses produksi
margarin.
gambar
proses pembuatan
Proses
produksi margarin, shortening, pastry dan minyak goreng diproses dengan cara
yang higienis dan dalam proses sistem tertutup, hal ini untuk menghindari
kontaminasi silang dari peralatan, operator dan lingkungan. Untuk memperoleh
kualitas produk margarin yang dihasilkan aman dan bermutu, semua bahan baku lemak
dan minyak, ingredient dan air steril yang dipergunakan untuk produksi harus
melalui pengujian dan pengawasan yang sangat ketat dan telah Release oleh bagian
Quality Assurance sebelum dipergunakan (AOCS 1989 ; CAC 1993).
Dahulu
sebelum berkembang teknologi pengolahan minyak dan lemak produksi margarin
hanya menggunakan bahan baku minyak dan lemak tanpa melalui proses hidrogenasi
maupun interesterifikasi. Proses produksi margarin dengan bahan baku seperti
ini masih tetap dipertahankan sampai saat ini untuk industri yang tidak
memerlukan spesifikasi yang spesifik. Produk margarin seperti ini mempunyai
sifat fisiko kimia yang alami akan tetapi mempunyai sifat karakteristik yang
terbatas, sehingga kurang mendukung dalam pengembangan variasi produk terutama
dari segi profil SFC, MPt dan tekstur produk margarin.
Produk
margarin dengan menggunakan bahan baku tanpa melalui hidrogenasi atau
interesterifikasi mempunyai bebrapa kelemahan antara lain: tekstur keras, tidak
halus atau smooth, fisik kurang lembut apabila ditekan dengan jari tangan,
dalam jangka waktu tertentu mempunyai gumpalan atau bergrindil atau lumps,
pecah-pecah atau brittle, karena kecenderungan kristalnya adalah beberbentuk
beta, kristal beta ini akan cenderung keras sesuai dengan ukuran kristalnya
yang lebih besar (Alexandersen 1996). Untuk menghindari masalah tersebut maka
produk margarin menggunakan minyak dan lemak hidrogenasi atau
interesterifikasi, karena kristalnya cenderung membentuk beta prime, kristal
beta prime lebih halus dan homogen sehingga teksturnya lembut atau smooth.
Untuk mengantisipasi keterbatansan inilah maka para ahli melakukan pengembangan
dengan proses hidrogenasi dan interesterifikasi untuk menghasilkan produk akhir
margarin yang karakteristiknya lebih bervariasi terutama dari segi teksturnya
(O’Brien 1998).
Produk
margarin yang menggunakan bahan baku minyak dan lemak yang telah di hidrogenasi
banyak kita jumpai dipasar baik untuk segmen pasar industri dan maupun segmen
pasar retail. Bahan baku minyak dan lemak hidrogenasi yang digunakan terdiri
dari dua macam yaitu hidrogenasi sebagian atau partially hydrogenated dan hidrogenasi
keseluruhan atau fully hydrogenated.
Dari hasil pengamatan terhadap produksi margarin yang dihasilkan oleh PT. SMII
bahwa produk margarin yang menggunakan bahan baku hidrogenasi sebagian adalah
yang paling banyak diminati oleh kalangan industri dan masyarakat, karena
produk margarin tersebut selain mempunyai teksturnya lembut juga dari
penampilan fisik lebih menarik karena kristalnya lebih halus apabila dipegangan
dengan jari tangan. Industri makanan yang menggunakan margarin ini akan
menghasilkan produk akhir dari roti dan kue yang mempunyai tektur yang lembut
serta mempunyai cita rasa sensasi enak yang spesifik dimulut atau mouth feel,
sehingga produk margarin tersebut sangat diminati oleh kalangan industri dan
masyarakat.
Selain
proses produksi bahan baku margarin yang disebut diatas, saat ini dilakukan
penelitian dan pengembangan untuk produksi bahan baku margarin yaitu dengan
interesterifikasi enzimatik. Proses enzimatik ini adalah salah satu cara proses
produksi margarin dengan tujuan untuk memproduksi margarin yang bebas trans.
Proses interesterifikasi enzimatik selama ini sudah lama dikenal akan tetapi
hanya dalam proses produksi Coco Butter Equivalen (CBE) atau Coco Butter
Substitute (CBS). Dalam perkembangan teknologi dalam bidang makanan maka metode
ini mulai dipergunakan untuk proses interesterifikasi enzimatik bahan baku
minyak dan lemak nabati untuk bahan baku produk margarin (Alexandersen 1996).
Margarin
yang menggunakan bahan baku hidrogenasi akan menghasilkan tekstur lembut dan
halus, karena kristal minyak dan lemak yang dihidrogenasi mempunyai sifat efek
transisi polymorpis yaitu kristal dari bentuk beta yang tidak diinginkan ke
kristal bentuk beta prime yang diinginkan. Bentuk kristal beta prime
menghasilkan tekstur yang lembut dan smooth didalam produk margarin
(Alexandersen 1996). Dalam beberapa hasil penelitian interesterifikasi
enzimatik menyatakan bahwa sifat fisiko kimia dan karakteristik tersebut dapat
menghasilkan margarin dengan tekstur yang lembut dan halus dan dapat
menggantikan minyak dan lemak hidrogensi (Novozymes 2006a).
3.1.2. Sifat margarin yang dihasilkan berdasarkan teknologi pengolahan
margarin
Minyak dan Lemak Trans
Teknologi
proses pengolahan pangan semakin berkembang, hal ini terbukti dengan semakin
banyaknya jenis produk pangan olahan yang dapat dengan mudah diperoleh didalam
pasar domestik maupun pasar internasional. Produk pangan tersebut dipasarkan secara
ritel dan industri, produk ritel langsung dikonsumsi tanpa melalui pengolahan
dan produk industri harus melalui proses pengolahan.
Produk
pangan yang banyak mengalami sorotan akhir-akhir ini adalah produk margarin
yang diproduksi dari bahan baku minyak dan lemak yang mengandung asam lemak trans. Asam lemak trans tersebut berasal dari bahan baku minyak dan lemak yang telah
melalui proses hidrogenasi.
Hasil
penelitian menyatakan bahwa makanan yang mengandung trans tidak baik untuk kesehatan, akumulasi terjadi pada
konsentrasi tertentu dalam darah akan meningkatkan risiko penyakit jantung
koroner (Kitts 1996).
Bentuk
trans adalah salah satu isomer bentuk
cis dari minyak dan lemak, bentuk cis terjadi secara alami dalam lemak nabati
dan lemak hewan. Bentuk trans juga
bisa ditemukan secara alami dalam lemak hewan. Asam lemak trans dalam lemak hewan terjadi secara alami dengan bantuan bakteri
tertentu dalam usus hewan pemakan rumput-rumputan.
Bentuk
trans yang ada didalam minyak dan
lemak sawit adalah bentuk yang tidak sengaja dibuat akan tetapi pada saat
proses hidrogenasi posisi ikatan rangkap mengalami reaksi hidrogenasi tidak
sempurna sehingga terbentuklah posisi trans.
Asam lemak trans mempunyai karakteristik
yang spesifik yang dibutuhkan dalam proses pembuatan margarin, shortening, pastry, minyak goreng dan
bahan tambahan pangan seperti pengemulsi nabati.
Asam
lemak trans merupakan salah satu jenis lemak yang terbentuk pada proses
hidrogenasi minyak nabati. Hidrogenasi minyak dan lemak bertujuan untuk
menaikkan titik leleh, merubah sifat fisik, memperpanjang umur simpan dan
meningkatkan stabilitas flavor produk makanan. Asam lemak trans secara alami
juga ditemukan dalam produk makanan berasal dari hewan ruminant terutama pada
beberapa produk susu, keju dan daging (Kholsa dan Hayes 1996). Asam lemak trans
dan termasuk juga beberapa konjugasi isomer asam linolenat adalah sebagai
metabolic modifiers pada metabolisme lemak. Asam lemak trans terbentuk dengan
proses alami biohidrogenasi mikroba dalam usus hewan ruminant dari unsaturated
fatty acid (Mosley et al. 2002).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa dengan
mengkonsumsi asam lemak trans seperti halnya lemak jenuh dapat mengakibatkan
naiknya kadar kolesterol jahat low density lipoprotein cholesterol (LDL-C)
dalam darah, dan menurunkan kadar kolestrol baik high density lipoprotein
cholesterol (HDL-C) dalam darah dan mempengaruhi glukosa didalam plasma darah
(Sundram et al. 2007). Kadar LDL-C tinggi dalam darah memicu meningkatnya
risiko penyakit jantung dan risiko penyakit diabetes. Tinggi angka kematian di
US karena penyakit jantung coronary heart disease dihubungkan dengan pola
konsumsi yang banyak mengandung bahan makanan asam lemak trans, walaupun masih sedikit
data penelitian dan pengetahuan tentang hubungan dan mekanisme terjadinya
penyakit tersebut (Zalonga et al. 2006). Tingginya kadar kolesterol LDL
dibandingkan dengan kolesterol HDL dalam darah akan meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner (FDA & CFSAN 2006).
3.2. Pemanfaatan Margarin
Dalam bidang pangan
penggunaan margarin telah dikenal secara luas terutama dalam pemanggangan roti (baking)
dan pembuatan kue kering (cooking) yang bertujuan memperbaiki tekstur dan
menambah cita rasa pangan. Margarin juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang bersifat plastis dan akan segera mencair di dalam mulut (Winarno, 1997 dan Faridah, dkk, 2008).
Margarin dapat dibedakan menjadi dua jenis
menurut kegunaannya, yaitu margarin untuk keperluan rumah tangga dan margarin
untuk keperluan industri. Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh margarin
untuk keperluan rumah tangga adalah sifat plastis dan mudah meleleh pada suhu
tubuh serta memiliki daya oles yang baik. Menurut Weiss (1983), margarin yang
disukai konsumen mempunyai titik cair yang tidak lebih dari 41°C sehingga mudah
larut dan tidak menimbulkan rasa ber”film” di mulut. Selain itu, disebutkan pula
oleh Ketaren (1986), bahwa margarin seharusnya bersifat plastis dan dapat
dengan mudah dioleskan pada bahan pangan, utamanya roti.
Sedangkan di pasaran, biasanya kita bisa
menemukan beberapa klasifikasi margarine. Klasifikasi margarin di pasaran
antara lain:
1) Margarin meja (table
margarines)
Margarin meja (table
margarines) terdiri dari:
a. Soft tube margarines, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Temperatur emulsi soft tube
margarines sekitar 95 – 105oF (35 – 40,6oC)
- Berbentuk lembut dan tetap dapat dioles pada suhu 5 – 10oC
- Produk terlalu lembut, oleh karena itu, dibungkus di dalam plastic tube atau plastic cup yang dilengkapi dengan pelekat penutup.
b. Stick margarines, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Temperatur emulsi stick margarines disesuaikan dan diatur di bawah suhu tubuh pada 100 – 105 oF (37,8 – 40,6oC)
- Dapat dioles pada suhu 20 – 25 oC
- Lebih kaku dibanding mentega putih (shortening)
2) Margarin industri (Industrial margarines)
Margarin industri ini dirancang untuk industri roti dan kue. Yang dibuat
dari minyak
nabati yang telah dimurnikan. Aplikasi yang direkomendasikan
untuk biskuit, industri kue dan toko roti. Sedikit lebih keras dibandingkan dengan margarin meja dan digunakan untuk campuran roti dan kue. Margarin
industri ini harus disimpan ditempat yang kering dan dingin atau suhunya sekitar 30oC.
3) Puff pastry margarines
Sangat berbeda dengan margarin meja maupun margarin industri. Fungsi puff
pastry sebagai pelindung antara lapisan-lapisan dari adonan kue.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.
CPO berasal dari
pengolahan bagian serabut (mesoskarp) dari kelapa sawit. CPO dengan teknologi
pengolahan lanjut yaitu dengan
fraksinasi dapat menghasilkan fraksi stearin (pada suhu kamar berbentuk padat)
dan fraksi olein (pada suhu kamar berbentuk cair).
2.
Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi Water
in Oil (W/O) yaitu
fase air berada dalam fase minyak atau
lemak dan lebih mudah dicerna dalam tubuh daripada lemak yang tidak
teremulsi seperti minyak goreng (Ketaren,1986).
3.
Dalam bidang pangan
penggunaan margarin telah dikenal secara luas terutama dalam pemanggangan roti (baking)
dan pembuatan kue kering (cooking) yang bertujuan memperbaiki tekstur dan
menambah cita rasa pangan.
4. Secara umum terdapat 4 tahapan proses
pengolahan minyak dan lemak berasal dari CPO untuk digunakan sebagai bahan baku
proses produksi margarin, shortening,
pastry dan minyak goreng yaitu : 1. Proses
pemurnian (refined) CPO; 2. Proses fraksinasi; 3. Proses hidrogenasi; 4. Proses interesterifikasi kimia dan enzim.
5.
Proses pengolahan secara hidrogenasi mampu menghasilkan
tekstur margarin lebih baik namun kelemahannya proses hidrogenasi membentuk
lemak trans yang tidak baik bagi kesehatan.
6.
Proses pengolahan interesterifikasi menjadi alternatif
untuk menghindari terbentuknya lemak trans dengan menggunakan interesterifikasi
secara enzimatis yaitu menggunakan enzim lipase. karakteristik margarin yang
dihasilkan tidak jauh berbeda dengan proses hidrogenasi.
DAFTAR PUASTAKA
Anonim. 1994. SNI Margarin. Jakarta : BSN (Badan
Standarisasi Nasional).
Apriyantono,
Anton. 2008. Titik Kritis Kehalalan Mentega dan Margarin. LPPOM-MUI
Kaltim. http://lppommuikaltim.multiply.com [Diakses 10 Oktober 2008].
Departemen
Pertanian. 2006. Pedoman Pengolahan
Limbah Industri Kelapa Sawit. Jakarta: Direktorat Pengolahan Hasil
Pertanian.
Faridah, Atsia Rahma dan Abdul Hanif.
2008. Margarin Pada Pembuatan Roti Tawar
Substitusi. Makassar: Universitas Hasanudin.
Hasenhuettl, G.L. & R.W. Hartel.
1997. Food Emulsifier and Their
Aplications. New York: Chapman &
Hall. International Thompson Publishing.
Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Ketaren. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.
Sugito, J. 2001. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tim Departemen Gizi. 2008. Hand Out
Dasar Ilmu Gizi: Lemak. Surabaya:
FKM UNAIR
Weiss, T.J. 1983.
Food Oils and Their Uses. California:
Hun Wesson Foods. Inc.
Winarno.
1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Posting Komentar